Masyarakat asli Papua terutama masyarakat akar rumput atau masyarakat kecil menilai, memahami dan menanggapi terkait dengan pengelolaan dana otonomi khusus, pandangan atau persepsi mereka lebih banyak negatif daripada positif. Artinya, menurut masyarakat belum begitu jelas dan efektif atau belum memuaskan dalam pengelolaan dana yang begitu besar yang digelontorkan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah Pulau Papua sampai kini masih bertanya-tanya dan menjadi pembicaraan sehari-hari dalam kehidupan masyarakat asli Papua meskipun telah berakhir jilid pertama dan memasuki jilid kedua melalui Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus Papua. Jika dilihat dari porsi yang sudah alokasikan oleh pemerintah daerah Papua, Gubernur Papua Barnabas Suebu mengalokasikan 40% untuk dikelola pemerintah Provinsi dan 60% dikelola pemerintah Kabupaten/Kota sedangkan Gubernur Lukas Enembe mengalokasikan 80% untuk Kabupaten/Kota dan 20% untuk Provinsi, kemudian gubernur membuat Rencana Strategis Pembangunan Kampung di era Gubernur Barnabas Suebu dan Program Rencana Strategis Pembangunan Kampung di era Gubernur Lukas Enembe dengan mengalokasikan dana 100 juta untuk setiap kampung.

Berkaitan dengan penyusunan buku ini, penulis sampaikan bahwa pendekatan yang digunakan dalam penulisan buku ini adalah pendekatan hukum formal dengan kecenderungan pada peraturan perundang-undangan, berbagai regulasi dan pengalaman yang pernah terjadi di dalam implementasi Otonomi Khusus Papua. Dan juga fakta dilapangan yang berkaitan dengan kebijakan Gubernur Papua dengan program RESPEK dan PROSPEK sebagai wujud realisasi UU No.21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua. Program tersebut membuat masyarakat merasa puas manfaatnya meskipun banyak ditemui permasalahan-permasalahan di lapangan, inilah yang kemudian menjadi fokus utama dalam penulisan buku ini. Metode yang di lakukan dalam penelitian ini adalah mengumpulkan data secara primer dan sekunder salah satu teknis pengumpulan data melalui wawancara mendalam dan dokumentasi.